Tuesday, August 12, 2008

Hidup adalah sebuah pilihan


Ceritanya, di tempat kerja lagi banyak restrukturisasi yang berdampak pada banyaknya temen" mendapat promosi kenaikan jabatan, menjadi Manager. Jabatan yang diarepin banyak orang sebagai suatu prestige dengan gaji besar dan fasilitas yang banyak tentunya. Yummy..... Diantara temen-temen yang diperintahkan memakai baju batik untuk terima SK itu ada "temen" mama.

Seorang Mbak, temen kerja bilang, "Si R, jadi manager ya?" Dan seorang bapak yang juga terima SK, menyampaikan, "Hari jumat kemarin ngeliat si R pakai baju batik juga". Pun saat seorang temen menginformasikan nama-nama yang pakai baju batik, dia menyebut beberapa nama dalam satu line dan khusus untuk Mr. R, dia tulis di line tersendiri. Semuanya seperti ingin memberi penekanan pada nama itu :) semoga mereka gak berpikir andaikanku jadi sama dia, pasti udah jadi istri Manager hehehe

Hidup adalah sebuah pilihan. Saat kita membuat keputusan, kita nggak bisa lagi menengok kebelakang atau ingin kembali kebelakang apalagi sampai menyesalinya!! Ingin mengenang kembali seperti saat perasaan cintaku yang meletup-letup untuk Papa Nathan hingga memantabkan hati membuat pilihan menjadikan Mas Didit sebagai teman hidupku sampai maut memisahkan. Fase ini tidaklah mudah. Alur yang dialami tiap-tiap individu berbeda.

Kenal Mas Didit atau lebih tepatnya pertama kali ngeliat semenjak aku kelas 6 SD gara-gara temen sekolah minggu yang notabene tetangga Mas Didit, naksir berat. Waktu itu lagi bermain ke rumahnya, eh pas jamnya anak pulang sekolah, diajak duduk di teras demi menunggu Mas Didit pulang. "Lin (panggilanku, Lina), tuh gacoanku dateng, ganteng khan" Weleh .... weleh jaman segitu aku belum tau cowok ganteng, Yus :) ternyata temen-temen gereja juga udah pada ngecengin ... kemana ajah diriku....

Waktu sekolah di STM Telkom Sandhy Putra Malang, sering ketemu Mas Didit di gereja GKJW Talun Malang, kebetulan dia juga kuliah di Malang. Pernah nyapa sekali, karena yang diajak ngomong cuman mesam-mesem ajah, akhirnya kalau ketemu lagi terpaksa menghindar, biar nggak bingung ngajakin ngomongnya. Terakhir nyesel kenapa nggak pacaran dari jaman di Malang dulu.... Coba khan enak, ada yang mbantuin nggarap PR atau ngerjain Tugas Akhir. Hehehe... kembali lagi hidup adalah sebuah pilihan :)

Pernah nyenengin cowok tapi bertepuk sebelah tangan, disenengin beberapa cowok tapi nggak klik. Namanya juga bukan jodoh, gulung koming kayak apapun juga gak bakal nyantol sampai suatu hari di suatu hari minggu waktu pulkam ke bwi, sambil menunggu mama pulang gereja, ngobrol" sama mbaknya Mas Didit. Nanya khabar, bla bla bla sambil menunggu waktu. Aku juga tanya Mas Didit sekarang dimana, bukan nanya mas Didit udah punya pacar apa blom lho:) Dari pembicaraan itu baru tau juga ternyata selama di Malang dulu, Mas Didit nggak kenal namaku, kl cerita ke keluarganya bilangnya ketemu putune (cucunya) Mbah Djait di gereja .... gubrak... sedemikian terkenalnya diriku seorang Mas Didit nggak tau namaku ... kebangetan. Memberikan nomor Ha-Pe ku ke Mbak agar bisa menghubungiku mendapatkan referensi lowongan kerjaan di Jakarta untuk Mas Didit. Sama sekali aku nggak minta no hp-nya, jadi kalau dihubungi ya rejeki kalau nggak yo wes apes. Ternyata begitu nyampai Jkt, langsung dihubungi, aku hanya minta alamat email Mas Didit biar bisa kontak langsung tanpa perantara pihak ketiga.... Eng ing eng ... pertunjukan dimulai....

Berawal dari email yang berbalas-balasan, sampai akhirnya ke pembicaraan yang memberikan sinyal-sinyal, kita mulai merajut perasaan. Saat mulai serius dan mulai mengklarifikasi status, Mas Didit tau kalau sebelumnya aku telah menjalin hubungan yang cukup lama dengan orang lain. Dia mengingatkanku yang intinya dengan menjalin hubungan yang sudah lama berarti sudah invest perasaan, tenaga dan waktu, sementara kalau harus sama Mas Didit berarti mulai dari 0. Hmmm nasihat yang sangat bijak sekaligus membuat diriku bertanya, "apa ini orang serius dan berkeinginan untuk mendapatkan diriku?" Kok ngomongnya gitu? Tapi sekali lagi hidup adalah sebuah pilihan, dan aku memilih Mas Didit menjadi pacarku saat itu :)

Melewati masa pacaran untuk lebih mengenalnya, bertunangan sebagai komitmen awal bahwa kita nggak main" dengan hubungan kita sampai akhirnya berikrar sehidup semati kita lalui selama 2 tahun sekian bulan. Dan tahun ini adalah tahun ketiga perkawinan kita. Mulus-mulus ajah? Wow tentu tidak, kita start sama-sama dari 0, kalau kata Mas Didit dari minus :) Di awal" sempet terkaget" juga. Yang kukenal pendiam, ternyata bisa meledak juga kalau marah .... tapi malah nggak nahan, kalau marah makin ganteng :) Makin mengenalnya, makin banyak tau kekurangan dan kelebihannya, harus membuat aku makin menerimanya dan tiap hari harus mencintainya :) Sedappp!!!

Kebahagiaan dalam hidup tidak hanya diukur dari materi saja meski tidak dipungkiri bahwa materi adalah pelengkap kebahagiaan. Berusaha mencukupkan diri dari apa yang Tuhan beri, membuat kita bisa mengucap syukur. Suami yang menerima kita apa adanya, yang nggak neko-neko, anak yang sehat dan cerdas adalah karunia besar yang Tuhan berikan.

Kita lihat tahun berikutnya, tantangan apalagi yang akan kita hadapi :)

3 comments on "Hidup adalah sebuah pilihan"

Anonymous said...

he...he...he... Klau cuman pake baju batik mah keciiilll... di lemari udah numpuk, di Ambass juga buanyak :) Btw aku pingin pake jas, kayak Om Rafa, jadi Manager Liverpool...
-Papa-

Catatan Kecil Mama Nathan ... on 13 August 2008 at 12:40 said...

Hm.... Maka itu Pa, Papa khan body manequin, jangan pakai jas pas married ajah :)

romian on 15 October 2008 at 12:17 said...

ha...ha.... kalian ini lucu ya... jadi iri aku..... jangan pernah berubah ya.. tetap banyak cerita dan cerita ya....,